Join The Community

Premium WordPress Themes

Jumat, 11 Maret 2011

MEMPRODUKSI SUSU KAMBING PE


Kalau harga susu sapi perah di tingkat peternak sekitar Rp 1.250,- sd. Rp 1.750,- per liter, maka harga susu kambing bisa mencapai Rp 5.000,- sd. Rp 8.000,- per liter. Mengapa harga susu kambing bisa sampai empat bahkan lima kali lipat lebih dibanding susu sapi? Jawabnya, karena berlakunya hukum  pasar. Kalau penawaran lebih tinggi dari permintaan, maka harga akan rendah. Sebaliknya kalau permintaan banyak tetapi produksi terbatas, maka harga akan tinggi.  Selama ini, permintaan susu kambing sebenarnya juga masih sangat kecil. Namun suplainya jauh lebih kecil lagi. Karena penawaran lebih kecil dari permintaan, maka harga pun tinggi. Jenis kambing perah yang dipelihara peternak adalah Peranakan Ettawa (PE). Seperti tampak dari namanya, kambing PE merupakan keturunan kambing etawa (Capra entawa) atau kambing Jamnapari dari India.
Kambing PE banyak diternakkan di Kab. Purworejo (Jateng) dan Kab. Sleman serta Kolonprogo (DIY). Kabupaten Kolonprogo dan Purworejo memang saling bertetangga dengan perbatasan pegunungan Menoreh. Di dua kabupaten inilah sejak jaman pemerintah kolonial Belanda dulu, budidaya kambing PE berkembang. Hasilnya berupa susu, kambing pedaging (jantan muda) dan kambing kurban (jantan tua) yang lazim pula disebut bandot. Di Jateng dan DIY, kambing PE juga biasa disebut kambing gibas, kambing benggolo atau kambing koploh. Disebut kambing gibas karena bulu di bagian pantat (di bawah ekor), tumbuh memanjang. Disebut kambing benggolo karena oleh masyarakat dianggap berasal dari "tanah benggolo" (Bengali = India). Dan dinamakan kambing koploh karena ukuran telinganya yang sangat panjang dan menggelantung ke bawah (koploh).
Kambing PE mudah sekali dibedakan dari kambing kacang (kambing biasa) dengan melihat ukuran, bobot tubuh serta penampilannya. Kalau kambing kacang berukuran kecil (bobot jantan 35 kg) maka kambing PE jantan kualitas baik bisa mencapai bobot 100 kg. Telinga kambing kacang pendek dan tegak, sementara telinga kambing PE panjang dan menggantung. Tulang muka (dahi) kambing kacang rata, kambing PE melengkung. Tanda yang paling mencolok pada kambing PE adalah adanya bulu yang panjang di bagian bawah ekornya, yang tidak pernah terdapat pada kambing kacang. Tingkat kemurnian (keaslian) kambing PE sangat dijaga oleh masyarakat Purworejo dan Kolonprogo, dengan membentuk organisasi peternak dan menciptakan kriteria keaslian (standar mutu) kambing PE jantan maupun betina.
Yang juga membedakan kambing PE dengan kambing kacang adalah harganya. Harga anak kambing kacang (umur 3 bulan) masih di bawah Rp 100.000,- Sementara anak kambing PE umur sama sudah Rp 500.000,- Kambing betina siap perah (bunting) Rp 1.500.000,- Kambing jantan mencapai Rp 5.000.000,- per ekor. Hingga harga kambing PE kualitas baik, sama dengan harga seekor sapi. Harga ini jelas sudah tidak rasional lagi. Hingga kambing PE jantan seharga Rp 5.000.000,- per ekor, biasanya hanya diperdagangkan untuk bibit (pejantan) serta untuk hobi. Sebab untuk keperluan kurban pun harga Rp 5.000.000,- untuk seekor kambing juga terlalu mahal. Kecuali untuk keperluan benih. Sebab, harga seekor sapi perah jantan kualitas baik untuk keperluan benih, bisa mencapai Rp 50.000.000,- per ekor.
Kambing perah lazim dipelihara dengan kandang panggung. Kerangka kandang menggunakan bahan kayu atau bambu dan beratapkan genteng,  asbes, rumbia atau alang-alang. Jarang sekali peternak menggunakan atap seng untuk pemeliharaan kambing. Sebab atap seng akan panas sekali pada saat terkena sinar matahari. Lantai kandang bisa terbuat dari papan, bilah kayu atau bambu. Kandang menggunakan sistem baterai (satu petak untuk satu ekor) bagi kambing dewasa, dan kandang koloni untuk pembesaran anak kambing.  Konstruksi kandang dibuat berhadap-hadapan, dengan lorong untuk berjalan bagi petugas ketika mendistribusikan pakan. Seperti pada kandang ternak ruminansia lain, tempat pakan ditaruh di bagian depan kandang. Hingga hanya kepala ternak yang dapat masuk untuk menjangkau pakan, sementara badan dan kaki ternak tetap berada dalam kandang.
Pakan utama kambing perah adalah hijauan. Baik berupa rumput, limbah pertanian maupun daun-daunan. Selain itu ternak juga diberi pakan tambahan berupa konsentrat dengan atau tanpa bahan pakan campuran lainnya. Rumput untuk kambing bisa berupa rumput liar (gulma) yang disabit, bisa pula berupa rumput budidaya. Misalnya rumput gajah, rumput benggala, rumput setaria dan rumput raja. Limbah pertanian yang bisa dikonsumsi kambing adalah daun dan batang kacang tanah, jagung, ubi jalar dan singkong. Limbah pertanian yang tidak disukai kambing adalah jerami padi. Hijauan berupa daun-daunan yang bisa dikonsumsi kambing adalah daun lamtoro, waru, albisia, kaliandra, nangka dll. Secara naluriah, kambing lebih menyukai daun-daunan dibanding dengan rumput. Beda dengan domba dan sapi yang lebih menyukai rumput dibanding dengan daun-daunan.
Pakan tambahan untuk ternak kambing berupa dedak padi maupun jagung, ampas tahu, ampas kelapa, bungkil dan konsentrat. Kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia adalah 10% dari bobot hidup. Hingga kambing dengan bobot hidup 30 kg. memerlukan pakan hijauan sebanyak 3 kg. per hari. Namun karena tidak semua hijauan yang diberikan akan dimakan oleh kambing, maka satu ekor kambing perlu diberi antara 5 sd. 10 kg hijauan. Kecuali hijauan itu berupa rumput budidaya yang terseleksi dan dicacah, hingga seluruh bagian akan dimakan oleh kambing, maka pemberian pakan cukup sebanyak 10% dari bobot tubuhnya. Nilai hijauan (misalnya batang jagung muda) di sentra-sentra peternakan, Rp 50,- per kg. Hingga kebutuhan hijauan untuk seekor kambing antara Rp 250,- sd. Rp 500,- per hari. Biaya untuk pakan tambahan berupa dedak, ampas tahu atau konsentrat sekitar Rp 250,- per ekor per hari.
Namun untuk kambing yang sedang laktasi (sedang diperah susunya) nilai pakan tambahan bisa meningkat menjadi Rp 500,- sd. Rp 1.000,- per ekor per hari, tergantung jumlah anak dan bobot induk betina tersebut. Dengan biaya pakan Rp  500,- sd. Rp 750,- per ekor per hari, dengan peningkatan bobot 1 ons per hari, maka selisih antara biaya pakan dengan nilai peningkatan bobot tubuh Rp 1.250,- (nilai 1 ons bobot kambing hidup) dikurangi Rp 750,- (biaya pakan) = Rp 500,- Nilai ini masih belum merupakan keuntungan bersih, sebab masih harus dipotong biaya penyusutan kandang serta tenaga kerja. Hingga apabila biaya pakan, baik hijauan maupun pakan tambahan dapat ditekan, maka nilai keuntungan akan bertambah. Idealnya, biaya pakan berupa hijauan maupun pakan tambahan per ekor per hari tidak boleh lebih dari Rp 500,- Sebab biaya penyusutan kandang sudah sekitar Rp 250,- per hari.
Saat ini upah tenaga kasar sudah berkisar antara Rp 10.000,- sd. Rp 15.000,- per hari. Hingga apabila peternak akan menggunakan tenaga upahan, maka minimal satu tenaga kerja menangani antara 50 sd. 100 ekor kambing untuk digemukan. Kalau jumlah kambing yang dipelihara kurang dari 50 ekor, biasanya akan ditangani oleh anggota Biaya pakan kambing perah, lebih tinggi dari biaya kambing potong. Namun dari hasil penjualan susu sekitar 1 liter per hari, peternak masih bisa memperoleh tambahan pendapatan untuk menutup biaya produksi. Sementara ketika tidak laktasi, biaya pakan akan kembali normal. Masa laktasi kambing perah sekitar 6 sd. 7 bulan. Meskipun hasil susu kambing sering direkomendasikan bisa mencapai 2 sd. 2,5 liter per ekor per hari, namun dalam praktek, para peternak hanya mampu  menghasilkan susu 1 liter per ekor per hari.
Tingginya harga kambing PE berikut produk susunya, disebabkan populasi ternak masih sangat rendah. Meskipun populasi kambing perah sudah meningkat, total populasinya tidak mungkin menyamai sapi perah. Karenanya, produk susu kambing pasti tetap bernilai lebih tinggi dibanding produk susu sapi. Saat ini upaya peningkatan populasi kambing perah dilakukan dengan cara intensif.  Selang 3 bulan semenjak melahirkan (pada masa laktasi) induk betina dikawinkan dan anak disapih.  Pada masa bunting induk tetap diperah. Sekitar 3 sd. 2 bulan sebelum melahirkan, pemerahan dihentikan untuk memberi masa beristirahat pada induk. Dengan pola demikian, selama jangka waktu dua tahun, kambing PE dapat beranak tiga kali, dengan masa laktasi 12 sd. 14 bulan. Jumlah anak kambing PE, rata-rata 2 ekor. Hingga selama dua tahun pemeliharaan, peternak juga akan memperoleh pendapatan dari penjualan anak kambing sebanyak enam ekor.
Rasio jantan betina anak kambing PE 50% : 50%. Harga anak kambing betina lebih murah didanding yang jantan. Hingga kalau harga anak kambing PE jantan umur 3 bulan Rp 500.000,- per ekor, maka betinanya hanya sekitar Rp 150.000,- sd. Rp 200.000,- Selama ini para peternak kambing PE tidak pernah kesulitan untuk memasarkan produk mereka. Terutama kambing PE kualitas baik. Sebab di Indonesia tampaknya sudah tercipta kelompok peternak dan konsumen daging maupun susu kambing PE. Sebagai ternak potong pun harga kambing PE lebih tinggi dibanding kambing kacang. Sebab dengan bobot mencapai 50 kg per ekor, dengan harga Rp 10.000,- per kg. hidup, maka harga per ekor PE jantan sudah mencapai Rp 1.000.000,- Harga ini akan meningkat pesat kalau kambing tersebut akan digunakan sebagai hewan kurban. Dan harganya akan lebih tinggi lagi kalau kambing jantan tersebut berbobot 100 kg, dengan kualitas prima dan akan digunakan sebagai benih (pejantan). Kambing demikianlah yang bisa mencapai harga Rp 5.000.000,- per ekor. (R) * * *

0 komentar:

Posting Komentar