Join The Community

Premium WordPress Themes

Senin, 14 Maret 2011

Ruang Antarbintang Tak Kosong

JIKA jarak bumi-matahari dipendekkan jadi 1 m, bintang terdekat baru ditemukan pada jarak sekitar 30 km. Maka di antara bumi dan matahari (bintang), tiada lain adalah ruang antarbintang. Dahulu orang menganggap ruang itu kosong. Namun berkat kemajuan teknologi, di beberapa tempat di ruang antarbintang itu ditemukan beberapa jenis zat yang sebagian besar dari unsur hidrogen.

Umumnya ruang antarbintang menyerupai vakum seperti dikenal di bumi. Di ruang itu ada materi antarbintang. Di beberapa tempat, materi antarbintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yang tampak terang. Di dalam materi itu ada 10.000 atom/cm2, sedangkan kerapatan di ruang antarbintang jauh lebih rendah, sekitar 1 atom/cm2.

Selain hidrogen, ditemukan partikel lain yang jauh lebih kecil dengan diameter sekitar 1 mikron (0,0001 mm). Partikel semacam itu pun jika ada hanya dapat dicari “sebuah” dalam volume 5 juta m3. Meski sangat langka, beberapa pengaruh bisa ditimbulkannya. Salah satu akibat yang dapat dirasakan adalah kemelemahan cahaya bintang, yang melewati partikel itu — dibandingkan jika sinar itu yang melewati daerah tersebut, astronom akan dapat mengetahui susunan materi di sana.

Beberapa bagian langit di bumi lebih banyak materi. Di daerah padat materi itu, atom-atom lebih rapat. Namun hanya beberapa puluh atom setiap 1 cm3. Bandingkan dengan kerapatan angkasa bumi yang mengandung 3 kali  10 pangkat -9 molekul per cm3. Pemotretan bagian langit menunjukkan letak dan kumpulan materi itu tak teratur. Itu memberikan kesan semua dalam keadaan bergerak, seolah-olah bersinar, yang dapat dipelajari lewat cara optis. Ada pula awan gelap yang hanya dapat dianalisis lewat sinyal-sinyal yang ditangkap di bumi melalui teleskop radio.

Awan gelap mencerminkan gas dan debu yang dingin. Jadi molekul hidrogen di kawasan itu dalam keadaan netral. Daerah itu biasanya diberi simbol H I, yang berarti atom H belum kehilangan muatan negatif. Lain dari awan pijar yang dapat diamati secara visual. Cahaya berasal dari refleksi sinar bintang panas di dekatnya. Radiasi yang disumbangkan bintang-bintang itu mampu memberikan suhu sampai 15.000 derajat Celcius. Temperatur yang sedemikian tinggi mengakibatkan hidrogen kehilangan elektron. Gumpalan awan itu disebut daerah H II.

Pengamatan dari wahana Interstellar Boundary Explorer (Ibex) milik NASA, beberapa waktu lalu, berhasil memetakan wilayah heliosfer tata surya kita dan mendapatkan temuan menarik, yakni ada pita cemerlang yang melengkung melingkupi tata surya kita. Pemahaman kita akan heliosfer penting dalam mengetahui peran dalam melindungi sistem tata surya dari hujan sinar kosmos. Ukuran dan bentuknya menjadi faktor kunci dalam menentukan kekuatan perlindungan, dan berapa banyak  sinar kosmos yang sampai ke bumi. Dengan mengetahui hal itu, kita dapat memahami bagaimana tanggapan heliosfer ketika berinteraksi dengan awan antarbintang dan medan magnet galaksi.

Kendati cukup terang dalam peta Ibex, ia tidak berpendar sebagaimana dipahami dalam pengamatan visual. Sebab, pita itu tidak berasal dari sumber cahaya, tetapi dari partikel atom netral berenergi (energetic neutral atoms/ENA), yang bisa dideteksi Ibex dan diproduksi di wilayah luar heliosfer saat angin surya melambat dan bercampur dengan materi antarbintang dari luar sistem tata surya kita.
Jadi berdasar informasi yang disadap dari materi antarbintang itulah kemudian yang disimpulkan oleh para astronom untuk menjelaskan keberadaan awan tebal yang mendekati tata surya kita.
Awan Galaktika Agaknya berita mengenai awan galaktika yang mendekati tata surya kita bukan hal baru bagi para astronom. Fred Hoyle tahun 1957 dalam bukunya, Black Cloud, merangkai fenomena astronomik itu dengan cerita sain fiksi yang banyak mengejutkan ilmuwan AS. Kabar itu hangat kembali setelah empat astronom Prancis, yakni Claudine Laurent, Bruston, Alfred Vidal, dan J Audoze, memublikasikan hasil penelitian mereka di Majalah Nature tahun 1979, berjudul “Physical and Chemical Fractionation of Deuterium in the Interstellar Medium”. Namun petunjuk soal keberadaan awan gas itu sudah lama tercium, ketika satelit Copernicus mengambil spektrum dari bintang-bintang terang yang panas di sekitar matahari.

Pada 22 September 2010,  teleskop ruang angkasa Hubble menangkap penampakan jantung Nebula Laguna atau lebih dikenal dengan nama Messier 8. Laguna Nebula adalah awan antarbintang pada konstelasi Sagitarius. Laguna Nebula ditemukan Guillaume Le Gentil tahun 1747, yang merupakan satu dari dua bintang yang membentuk awan samar-samar yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Laguna Nebula yang terletak di sekitar 4.500 tahun cahaya tampak seperti sulur-sulur tipis. Jantung awan antarbintang itu terlihat seperti terkena radiasi ultroviolet yang mengikis debu dan gas menjadi bentuk baru.

Dari sekian banyak bintang yang diteliti, ada sembilan daerah yang diperkirakan ditempati awan antarbintang. Itulah daerah-daerah yang terletak di garis pandangan bintang-bintang Alpha Eri, Alpha Centuri, Alpha Cmi, Alpha aur, Alpha Boo, Alpha Tau, Epsilon Eri, dan seterusnya. Namun arah yang tepat dari awan itu belum diketahui. Satu dari sembilan kandidat itulah yang akan dicari kelompok astronom tersebut.

Astronom Vidal Majar dan koleganya menganalisis melalui tiga cara. Pertama, ingin mengetahui seberapa besar kemungkinan molekul hidrogen dan helium yang menerobos ke kawasan tata surya dari berbagai arah. Dengan cara itu diperoleh simpulan jumlah atom hidrogen per satuan volume dari arah Centaurus 10 kali lebih banyak dari sisi lain yanng terletak di luar orbit matahari dalam perjalanan mengitari pusat galaksi.

Cara kedua dengan melihat perbedaan radiasi energi ultraviolet dari bintang panas terdekat. Kesimpulan yang diperoleh, ada anisotropi di sekitar panjang gelombang 950-1.000 Angstrong (1 Angstrom sama dengan 0,000.000.01 cm). Cara ketiga, menentukan perbandingan antara Deuterium (H2) dan hidrogen untuk berbagai arah pandangan. Ternyata perbandingan itu memperlihatkan ordo sepersejuta dalam arah Alpha Century dan seperseratus ribu daerah Alpha Aur.

Dari serangkaian percobaan dan penjabaran yang disarikan dari ketiga cara itu disimpulkan, ada awan tebal berdaya serap tinggi di daerah 40 derajat dari pusat galaksi, yang bergerak dengan kecepatan supersonik dengan laju 15-20 km/detik. Saat itu, jaraknya sekitar 0,1 tahun cahaya.

Itu berarti jika ia mempunyai kecepatan cahaya (1 detik cahaya kira-kira 300.000 km), awan tersebut akan datang lebih cepat. Namun dengan kecepatan 20 km/detik, ia baru tiba 1.500 tahun lagi. Cukup lama bagi ukuran manusia di bumi, tetapi efeknya sudah lebih awal kita rasakan.

Kedudukan di langit bila dilihat dari bumi, ditandai dengan latar belakang panorama Scorpius Ophiocus. Penemuan itu kelihatannya kurang menarik jika tak dikaitkan dengan fenomena antariksa yang mungkin terjadi di sistem tata surya kita. Sekelompok astronom teoretis pun telah mengkaji berbagai aspek yang berkaitan dengan penemuan tersebut.

Awan Berdaya Sedot Tinggi

SUDAH lama diketahui, perjumpaan awan tebal dan tata surya akan menimbulkan “sesuatu” pada sistem keplanetan kita. Tahun 1975, ini astronom HJ Fahr mengajukan konklusi bahwa penumpukan materi antarbintang akan terfokus pada sumber-sumber gravitasi dalam tata surya kita. Efek itu sangat terasa pada benda langit berdaya sedot tinggi, yaitu matahari.

Makna pertambahan partikel juga memengaruhi komet periode panjang. Perbandingan antara isotop hidrogen (deuterium) dan hidrogen diatur dalam sebuah komet akan lebih kecil dibandingkan dengan yang ada pada awan itu.

Sementara itu, molekul dalam sebuah awan yang dapat mencapai antara 1.000 dan 10.000 atom hidrogen untuk setiap sentimeter kubik akan membuat medium antarplanet menjadi lebih kental dengan unsur hidrogen, yang dapat dipergunakan untuk mengamati pengaruh gangguan pada komet berkala edar pendek. Pengetahuan tentang gangguan memberi peluang untuk menopang hipotesis Brady tentang keberadaan planet kesepuluh.
Kelimpahan Materi Keberadaan unsur kosmos yang menempel ke permukaan matahari menyebabkan kelimpahan materi di permukaan menjadi lebih besar daripada di pusat. Karena itu permukaan matahari tak perlu mencerminkan struktur kimia sebagai terdapa di inti. Jadi, jumlah neutrino yang ditaksir berdasar kaidah reaksi fusi nuklir di pusat, yang dideduksi dari keadaan di permukaannya, jelas tidak akan sama dengan yang ditangkap di bumi. Perluasan semua itu dapat dipergunakan untuk menerangkan evaluasi kimia dalam galaksi kita, Bimasakti.

Masalah lain yang lebih penting dalam memahami fenomena astronomik itu adalah siklus zman es di planet bumi. Dua astronom AS, MJ Newman dan RJ Talbot, secara statistik menelaah awan-awan antarbintang yang terbesar di galaksi kita. Dalam tulisan ilmiah yang diterbitkan jurnal fisika bergengsi Physical Review D16, 919-926 tahun 1977, “Constraints on the Gravitational Constant at Large Distances”, dia menyimpulkan matahari sepanjang hayat akan menerobos 150 awan tebal dengan kerapatan molekul sekitar 100 atom hidrogen untuk setiap 1 cc materi di sana. Penelitian itu merupakan kesinambungan dengan penelitian Fred Hoyle, Lyttleton (1939) dan Mc Rea (1975).

Berdasar hasil penelitian mereka dapat disimpulkan, energi radiasi matahari akan terganggu bila materi yang menempel cukup banyak. Mc Rea memberikan batasan bawah 10 pangkat 5 atom hidrogen dan batas atas 10 pangkat 7 atom hidrogen untuk setiap 1 cm3.

Adapun Begelman dan Ress menyatakan awan dengan kecepatan 10 pangkat 3 atom hidrogen sudah cukup mampu memengaruhi iklim terentrial, akibat keterisolasian planet bumi dari angin matahari.

Penjabaran teori-teori itu akhirnya memberikan peluang bagi perubahan iklim yang dratis, seperti kemunculan zaman es yang berlangsung dalam siklus 100 juta tahun sekali. Itu cukup lama bagi denyut kehidupan di bumi, tetapi sangat singkat dalam skala waktu geologis.

Salah satu indikasi yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kapan awan antarbintang tiba adalah dengan mengamati perubahan atmosfer dan iklim di Mars dan korelasinya dengan fenomena awan zaman es di bumi.

Perubahan simultan kedua planet itu menunjukkan, zat atau awan antarbintang telah datang.

Wimax, Teknologi Harapan?

JIKA saat ini kita relatif familiar dengan wifi (lebih familiar hotspot internet), tak lama lagi akan sering mengucapkan kata “wimax” seiring dengan peningkatan akan akses internet. Beberapa waktu lalu, salah satu operator data internet di Jakarta mengumumkan peluncuran pelayanan internet berbasis teknologi itu. Memang untuk sementara baru taraf uji coba di Jakarta. Namun diperkirakan dalam waktu dekat bisa segera hadir di kota kota lain.

Saat ini, pemenang lelang lisensi wimax di Indonesia adalah PT Berca Hardaya Perkasa (14 lisensi), PT Telkom (lima), PT Konsorsium Wimax Indonesia (tiga), PT First Media (dua), Konsorsium PT Comtronic System (tiga), PT Indosat Mega Media (satu), PT Internux (satu), dan PT Jasnita Telekomundo (satu). Para pemenang diharapkan segera menggelar pelayanan wimax sesuai dengan lisensi penyelenggaraan di daerah yang dimenangi.

Wimax adalah singkatan dari worldwide interoperability for microwave access. Itulah teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access/BWA) yang memiliki kecepatan akses tinggi dengan jangkauan luas. Wimax merupakan evolusi teknologi BWA dengan fitur-fitur lebih menarik. Selain kecepatan data tinggi, wimax merupakan teknologi dengan open standard. Itu berarti komunikasi perang-kat wimax antara lain beberapa vendor yang berbeda tetap dapat dilakukan (tidak proprietary). Dengan kecepatan data besar (sampai 70 MBps), wimax dapat diterapkan untuk koneksi broadband “last mile” atau backhaul.

Yang membedakan wimax dari wifi adalah standar teknis yang bergabung. Jika wifi menggabungkan standar IEEE 802.11 dan European Telecommunications Standards Intitute (ETSI) Hiperlan sebagai standar teknis yang cocok untuk keperluan WLAN, wimax merupakan penggabungan antara standar IEEE 802.16 dan standar ETSI Hiperman.

Standar keluaran IEEE banyak digunakan secara luas di daerah asalnya, Amerika Serikat (AS), sedangkan penggunaan standar keluaran ETSI meluas di Eropa dan sekitarnya. Untuk membuat teknologi itu dapat digunakan secara global, diciptakanlah wimax. Kedua standar yang disatukan itu merupakan standar teknis yang memiliki spesifikasi yang sangat cocok untuk menyediakan koneksi berjenis broadband lewat media wireless atau BWA.

Bagi masyarakat, gambaran pelayanan itu adalah pelayanan yang akan menyediakan akses broadband nirkabel. Akses internet kecepatan tinggi. Kecepatan teknologi yang ditawarkan operator di Jakarta yang baru diluncurkan antara 1 dan 4 Mbps. Kemungkinan operator lain pun akan menawarkan dengan kisaran tak jauh berbeda. Pelayanan dengan kecepatan sebesar itu sudah bisa untuk men-deliver pelayanan video on demand (VOD) atau TV internet.

Kendala-kendala

Di Indonesia, wimax akan beroperasi di frekuensi 2.3 GHz. Penggunaan frekuensi itu di negara ini masih perlu diatur. Pemakaian frekuensi secara ilegal sangat merebak, padahal berpotensi mendistorsi kualitas pemakai sah di jalur tersebut.

Itulah yang saat ini menjadi bola panas. Pemegang lisensi meminta pemerintah terus-menerus dan konsisten “membebaskan” jalur 2.3 GHz untuk hanya dipakai teknologi BWA. Hanya jalur frekuensi yang bersihlah yang bisa menjamin pelayanan wimax tidak mengecewakan.

Kendala berikutnya, para pelaku usaha industri telekomunikasi di negara ini belum satu kata. Itu dipicu oleh hanya penetapan teknologi wimax dengan standar 802.16d, yang notabene standar untuk wimax nomadik (fixed). Sementara itu, teknologi yang sudah jamak di luar negeri adalah standar 802.16e (mobil). Pemerintah berargumen dengan menetapkan standar 802.16d, atau sering juga disebut 802.16-2004, akan membantu mendorong industri dalam negeri dalam pembuatan customer premises equipement (CPE, perangkat yang ada di sisi pengguna).

Penggunaan 802.16e (mobil) diyakini pemerintah hanya akan menguntungkan industri petahana di luar negeri yang sudah memasuki skala ekonomis (sehingga sulit dikejar industri dalam negeri). Di sisi lain, penetapan hanya standar 802.16d (fixed) itu akan memperseret pertumbuhan karena perangkatnya belum lazim, sehingga harganya pun mahal. Dengan harga mahal, dikhawatirkan masyarakat pun tak terlalu antusias.

Perangkat penerima sinyal wimax untuk standar 802.16d (fixed) itu kira-kira sebesar piring besar. Jadi semestinya hanya cocok ditaruh secara tetap di rumah atau kantor. Adapun perangkat mobil (sesuai dengan standar 802.16e) hanya sebesar flashdisk USB yang biasa kita kenal. Pemerintah hingga saat ini belum mengizinkan jaringan wimax standar 802.16e. Jaringan wimax harus mengikuti standar 802.16d dan harus menggunakan tingkat komponen dalam negeri minimal 35%.

Semoga ke depan bisa segera ditemukan jalan keluar. Kabarnya, ada salah satu perusahaan nasional yang sudah mampu menciptakan chip untuk perangkat berstandar 16e. Diharapkan, dengan begitu tercapai keputusan yang sama-sama menguntungkan. Iktikad pemerintah untuk mendorong industri dalam negeri terpenuhi, sedangkan keinginan masyarakat untuk segera menikmati teknologi itu secara mudah dan murah pun bisa segera terwujud.

Black Hole yang Misterius

SAMPAI saat ini, lubang hitam (black hole) masih dipandang satu-satunya objek astronomik paling misterius karena tak bisa diamati secara langsung melalui teleskop optik tercanggih sekalipun. Sebab, semua materi, termasuk cahaya, akan tersedot dan tak bisa lepas dari permukaannya.

Lubang hitam diyakini terlahir ketika bintang bermassa besar (10-15 kali massa matahari) menjalani akhir hayat sebagai bintang meledak yang dahsyat (supernova). Lubang hitam hasil kematian sebuah bintang dinamakan lubang hitam bintang (stellar black hole). Pengamatan para astronom dengan teleskop modern dewasa ini mengindikasikan keberadaan lubang hitam maharaksasa bermassa jauh lebih besar dari sebuah bintang. Lubang hitam itu diperkirakan bermassa miliaran massa bintang dan disebut lubang hitam supermasif.

Eksistensi lubang hitam di alam semesta diprediksi matematikawan Jerman, Karl Schwarzshild, tahun 1916. Dia menggunakan Teori Relativitas Umum yang dicetuskan Albert Einstein tahun 1915 untuk menghitung solusi medan gravitasi berupa titik massa. Namun Schwar-zshild tak begitu yakin solusinya itu punya makna fisis atau bisa ditemukan di alam.

Teka-teki solusi Schwarzschild terkuak setelah ditemukan objek pemancar sinar X kuat dari kedalaman antariksa tahun 1960-an. Menurut teori evolusi bintang, sumber radiasi sinar X itu membuktikan keberadaan objek sangat mampat seperti bintang neutron atau lubang hitam.

Istilah lubang hitam kali pertama diperkenalkan John A Wheeler tahun 1967 untuk melukiskan kondisi kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda bermassa dengan medan gravitasi sangat kuat. Menurut Teori Relativitas Umum, kehadiran massa akan mendistorsi ruang dan waktu.

Dalam bahasa sederhana, kehadiran massa akan melengkungkan ruang dan waktu di sekitarnya.
Ilustrasi yang acap dipakai memperagakan kelengkungan ruang di sekitar benda bermassa adalah dengan lembaran karet elastis untuk mendeskripsikan ruang tiga dimensi ke ruang dua dimensi. Bila kita menggelindingkan bola pingpong di atas hamparan lembaran karet itu, bola bergerak lurus dengan hanya memberi sedikit tekanan pada lembaran karet.

Sebaliknya, bila kita letakkan bola biliar bermassa lebih besar (masif), lembaran karet melengkung dengan cekungan di pusat yang ditempati bola biliar itu. Makin masif bola kian besar tekanan yang diberikan dan kian dalam pula cekungan pusat yang dihasilkan pada lembaran karet.

Gerak bumi dan planet-planet lain dalam tata surya mengorbit matahari sebagai hasil kerja gaya gravitasi, sebagaimana dibuktikan Isaac Newton tahun 1687 dalam Principia Mathematica. Melalui persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara kelengkungan ruang dan distribusi massa, Einstein ingin memberi gambaran tentang gravitasi yang berbeda dari pendahulunya itu.

Bila sekarang kita menggelindingkan bola yang lebih ringan di sekitar bola yang masif pada lembaran karet, bola yang ringan tak lagi mengikuti lintasan lurus sebagaimana seharusnya, tetapi mengikuti kelengkungan ruang yang terbentuk di sekitar bola yang lebih masif. Cekungan yang dibentuk berhasil “menangkap” benda bergerak lain sehingga mengorbit benda pusat yang lebih masif. Itulah deskripsi yang sama sekali baru tentang penjelasan gerak mengorbit planet-planet di sekitar matahari dalam relativitas umum.

Dalam kasus lain, bila benda bergerak menuju ke pusat cekungan, benda itu akan tertarik ke arah benda pusat. Itu juga memberi penjelasan tentang fenomena jatuhnya meteoroid ke matahari, bumi, atau planet-planet lain.

Jari-jari Schwarzschild

Dengan memakai persamaan matematisnya untuk sembarang benda berbentuk bola sebagai solusi eksak atas persamaan medan Einstein, Schwarzschild menemukan suatu kondisi kritis yang hanya bergantung pada massa benda itu. Bila jari-jari benda (bintang misalnya) mencapai harga tertentu, kelengkungan ruang-waktu jadi sedemikian besar sehingga tak ada satu materi pun dapat lepas dari permukaan objek itu, termasuk cahaya. Jari-jari kritis itu sekarang dikenal sebagai jari-jari Schwarzschild, yang besarnya dapat dihitung dengan rumus 2GM/r kuadrat. G adalah tetapan gravitasi  6.673 X 10-11 -Newton m2/detik kuadrat, C kecepatan cahaya 299.792.4580 m/detik, dan M massa benda. Bintang masif yang mengalami keruntuhan gravitasi sempurna seperti itu, untuk kali pertama disebut lubang hitam.

Untuk menjadi lubang hitam, menurut persamaan Schwarzschild, matahari kita yang berjari-jari sekitar 696.000 km harus dimampatkan hingga berjari-jari 2,5 km. Namun matahari kita tak akan menjadi lubang hitam di kelak kemudian hari. Sebab, massa matahari tak melebihi batas penghamburan materi, yakni 1,44 kali massa matahari kita. Jadi matahari kita tak memenuhi syarat menjadi lubang hitam. Yang paling mungkin, pada suatu saat kelak, matahari kita menjadi bintang katai atau kerdil putih.

Meski persamaan Schwarzschild mampu menjelaskan keberadaan lubang hitam, banyak ilmuwan kala itu, termasuk Einstein, memandang sebelah mata hasil Schwarzschild. Mereka menganggap persamaan Schwarzschild sebagai enigma matematis belaka, tanpa kehadiran makna fisis. Namun belakangan terbukti, keadaan ekstrem yang ditunjukkan persamaan Schwarzschild sekaligus model yang diajukan  dua fisikawan AS, Robert Oppenheimer dan Hartland Snyder, tahun 1939 yang berangkat dari perhitungan Schwarzschild, berhasil ditunjukkan dalam simulasi komputer.

Awas, Residu Kimia Mengancam

PENGGUNAAN pestisida dan bahan kimia lain secara besar-besaran dan terus-menerus dalam pertanian telah merusak kesuburan alami tanah. Selain itu, juga mengancam kesehatan petani dan konsumen yang mengasup hasil pertanian tersebut. Bahkan sebagian besar  produk pertanian kini mempunyai tingkat keterpaparan pestisida yang kian tinggi. Kenapa demikian?

Sejak digulirkan Revolusi Hijau tahun 1965-an oleh Pemerintah Indonesia yang berujung pada intensifikasi pertanian dan bibit hibrida serta penggunaan bahan-bahan anorganik, baik untuk pestisida, herbisida, fungisida, maupun pupuk, petani kita telah dininabobokan dengan hal-hal yang serbagampang. Betapa tidak? Semua kebutuhan tanam, baik pestisida, pupuk kimia, maupun bibit, bisa mereka peroleh dengan sangat mudah dan instan. Petani tidak perlu repot mengolah atau membuat pestisida atau insektisida dan pupuk untuk kebutuhan pertanian. Pendek kata, mereka tinggal menyediakan uang untuk memenuhi kebutuhan itu.
Mengancam Kesehatan Dari sisi budi daya program yang berorientasi pada kemelimpahan hasil pertanian berpotensi melahirkan sistem budi daya high external input agriculture (HEIA). HEIA merupakan sistem pertanian yang bertumpu pada ketinggian masukan bahan kimiawi. Pupuk anorganik dan penggunaan pestisida kimia untuk mengatasi permasalahan hama dan penyakit wajib dilakukan.

Sayang, sangat sedikit orang atau lembaga yang menyadarkan para petani kita. Memang banyak orang dan lembaga yang diuntungkan oleh intensifikasi pertanian. Namun siapa menyangka residu dari berbagai bahan kimia tersebut sangat mengancam kesehatan.

Dalam jangka pendek, penggunaan asupan bahan kimia itu akan terlihat sangat menggembirakan. Karena, hasil pertanian akan melimpah. Namun hal itu tidak akan terjadi terus-menerus. Penggunaan bahan kimia dalam jangka panjang malah akan mengakibatkan penurunan produksi karena lahan makin jenuh akibat terlalu banyak bahan anorganik yang ditambahkan.

Bukan hanya saja. Penggunaan pestisida kimia akan mengakibatkan resistensi (ketahanan tubuh) dan resurgensi (serangan dalam jumlah besar) hama sehingga penanganannya pun menjadi lebih sulit.

Penggunaan pupuk anorganik menyebabkan pengurangan unsur-unsur hara alami tanah karena praktik penggunaan pupuk itu akan menghasilkan residu pencemar. Tanah yang semula gembur menjadi bantat (padat) karena pencemaran yang terjadi di dalam tanah akan menyebabkan mikroba-mikroba penting yang berfungsi untuk menghasilkan bahan organik di dalam tanah pun mati. Makin lama dan makin tinggi penggunaan bahan kimia kian mengurangi kesuburan tanah, sehingga produktivitas pun menurun. Pestisida kimia juga mempunyai andil cukup besar dalam memunculkan ketidakseimbangan ekosistem.
Menumpuk di Tubuh Dilihat dari sisi kesehatan, penggunaan pupuk dan pestisida kimia juga berbahaya bagi tubuh manusia. Bersentuhan langsung dengan zat kimia yang berbentuk racun tersebut dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata. Apabila terhirup, zat kimia itu akan menimbulkan pusing dan mual-mual dan dalam jangka waktu panjang dikhawatirkan bisa menyebabkan kematian.

Itu belum termasuk zat kimia yang tertinggal dalam tanaman yang kita konsumsi. Zat tersebut akan terus menempel pada kulit buah, daun, dan batang dari pohon yang disemprot menggunakan pestisida kimia. Lama-kelamaan residu kimia itu terus menumpuk di dalam tubuh kita.
Maka tak mengherankan saat ini kita sering mendengar orang mengidap penyakit yang jarang ditemui pada zaman dahulu, seperti kanker hati dan gangguan ginjal.

Pengaruhnya memang tidak langsung. Namun residu yang masuk ke tubuh tidak akan dapat dicerna dan dikeluarkan, sehingga lama-kelamaan menumpuk di dalam jaringan-jaringan tubuh. Jika sudah demikian, apa yang harus dilakukan?

Pemerintah, baik tingkat bawah maupun pusat, sebagai lembaga pemegang otoritas kebijakan semestinya mengambil langkah bijak berkait dengan masalah pertanian. Indonesia sebagai negara agraris seharusnya tidak meninggalkan atau memandang sebelah mata pertanian.

Distribusi pestisida yang sedemikian terbuka harus dihentikan. Salah satu penyebab tingginya penggunaan pestisida selama ini adalah begitu gencar produk-produk pestisida dipromosikan kepada petani. Para produsen itu masuk dengan menawarkan berbagai macam cara promosi menarik, seperti iming-iming naik haji, undian berhadiah motor, serta produk-produk elektronik. Pestisida pun bebas dijual di toko baju, makanan, hingga penjual pulsa.

Kondisi itu sudah tidak sehat. Peredaran pestisida harus dibatasi. Untuk menjaga kesejahteraan petani selama pestisida dikurangi, harus ada solusi. Memang sulit karena sering kali hal itu gagal karena ditolak petani. Namun langkah itu harus dimulai sekarang juga.

Pemerintah semstinya lebih arif mengambil kebijakan, terutama di bidang pertanian. Keberlangsungan sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian negara selayaknya lebih dipertimbangkan daripada hanya berkiblat ke pemenuhan kebutuhan sesaat.

Jangan sampai program yang semula dimaksudkan sebagai jawaban atas permasalahan ketahanan pangan Indonesia, hanya menjadi cerita pembuka yang manis. Namun meninggalkan bahaya besar di kemudian hari

Mobil Tanpa Pengemudi

INGATKAH Anda pada Kitt, mobil cerdas yang dikendarai David Hasselhoff dalam serial Knight Rider? Mobil Pontiac Trans Am hitam itu dilengkapi teknologi canggih sehingga bisa melaju secara otomatis tanpa dikemudikan manusia.

Menjelang akhir tahun lalu, Google Inc mengumumkan kesuksesan serangkaian uji coba terhadap teknologi mobil tanpa pengemudi. Dr Sebastian Thrun, Direktur Stanford Artificial Intelligence Laboratory, sekaligus salah satu pencipta Google Street View, memimpin proyek itu.

Thrun bersama timnya yang beranggota 15 orang ahli menggunakan Toyota Prius dan Audi TT yang dilengkapi sensor di beberapa titik mobil. Pada salah satu uji coba, mobil melaju dari kampus Google di San Francisco, melewati jalan bebas hambatan, hingga lalu lintas perkotaan yang padat, dan berakhir di Los Angeles. Secara keseluruhan, Google telah melakukan uji coba beberapa bulan menggunakan enam mobil, menjelajahi berbagai wilayah hingga jarak lebih dari 224.000 km.
Sensor Radar Mobil itu menggunakan peranti lunak kecerdasan buatan yang dapat merasakan apa pun di sekitarnya dan meniru keputusan seorang pengemudi. Ia melaju mengikuti rute yang diprogram ke dalam sistem navigasi GPS berakselerasi cepat. Mobil itu juga mampu mengontrol kecepatan pada jenis jalan berbeda (jalan sempit, jalan tol, jalan padat), dan saat berhenti di lampu merah.

Untuk mengendalikan mobil digunakan kamera video yang ditempatkan di kaca depan. Kamera itu mendeteksi lampu lalu lintas dan pergerakan di sekitar mobil, misalnya pejalan kaki dan pengendara sepeda. Sensor Light Detection and Ranging (Lidar) yang ditempatkan di atas mobil bergerak ke semua arah dan mampu menghasilkan peta tiga dimensi secara terperinci tentang lingkungan di sekitar mobil hingga jarak 60 m. Peta terperinci juga dikumpulkan secara manual menggunakan kendaraan berpengemudi untuk keperluan navigasi dan disimpan di pusat data Google.

Tiga sensor radar dipasang di bagian depan mobil dan satu di belakang untuk menentukan posisi dan jarak benda di sekitar mobil. Sebuah sensor juga dipasang pada roda kiri belakang yang berfungsi mengukur pergerakan kecil mobil dan membantu menentukan posisi mobil di peta secara akurat. Selain itu dipasang pula penjejak jarak laser untuk mendeteksi lalu lintas.

Selama pengujian, mobil itu belum pernah tabrakan. Satu-satunya human error yang terjadi adalah ketika mobil ditabrak dari belakang oleh seorang pengendara di lampu merah. Untuk menjamin keselamatan, mobil uji itu selalu ditumpangi pengendara terlatih, jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Total Google merekrut lebih dari 12 pengemudi tanpa cela yang tak pernah tercatat melanggar saat berkendaraan untuk berpartisipasi dalam proyek itu.

Selain itu, ditempatkan juga operator terlatih di kursi penumpang untuk memantau peranti lunak yang digunakan. Pada dasarnya peranti itu akan “belajar” dari rute dan kondisi jalan yang dilewati, misalnya rambu lalu lintas dan garis marka, sehingga mobil bisa beradaptasi dengan karakteristik jalan yang hendak dilewati. Dijamin mobil itu sangat patuh pada peraturan lalu lintas.
Mengurangi Kecelakaan Tujuan utama penciptaan mobil berteknologi itu adalah mengurangi angka kecelakaan lalu lintas akibat kesalahan manusia. Mobil itu bereaksi lebih cepat daripada manusia, memiliki persepsi 360 derajat, dan tak teralihkan oleh gangguan apa pun yang dilakukan manusia, seperti mengantuk, mabuk, berkendara sambil menelepon, atau memegang benda lain selain kemudi.
Lebih dari 37.000 orang tewas dalam kecelakaan mobil di Amerika Serikat tahun 2008. Adapun menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 1,2 juta orang tewas di jalan raya di seluruh dunia setiap tahun. Sebagian besar adalah akibat kesalahan manusia. Google menyebutkan, teknologi mobil tanpa pengemudi memungkinkan berkendara lebih aman, terutama saat jarak antarkendaraan berdekatan.

Selain itu, mobil dirancang dengan bobot lebih ringan sehingga bisa mengurangi konsumsi bahan bakar. Google berharap teknologi itu mampu mengurangi risiko kecelakaan hingga separuh. Juga diharapkan mengurangi volume kepadatan lalu lintas, tingkat konsumsi energi dan emisi gas karbon. Namun teknologi itu masih perlu pengembangan.

Menurut Google, setidaknya butuh waktu delapan tahun agar teknologi itu bisa diproduksi secara massal. Salah satu kendala, semua undang-undang lalu lintas saat ini mengasumsikan ada pengemudi manusia dalam kendaraan.
Dalam pergelaran TechCrunch 29 September 2010 di San Francisco, CEO Google Eric Schmidt menyatakan mobil seharusnya bisa melaju tanpa pengemudi. Ucapan Schmidt itu barangkali sebagai pertanda proyek yang sebelumnya dirahasiakan tersebut bakal diumumkan. 

Namun kritik selalu muncul terhadap setiap inovasi. Rob Enderle dari Enderle Group di San Jose California menyebutkan, “fokus” adalah kata yang tak pernah dipelajari Google. Sebab, proyek Google berupa distribusi listrik, desain kendaraan, dan kecerdesan buatan tak sejalan dengan inti bisnis perusahaan. Dan, satu hal lagi, sayang mobil itu belum bisa bicara seperti Kitt.

Minggu, 13 Maret 2011

Bahan Organik, Solusi Superyahud

TUBUH kita telah terkontaminasi oleh racun. Dan, racun-racun itu berasal dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Ya, residu pestisida, sisa hormon pemacu pertumbuhan, kandungan antibiotik, monosodium glutamate (MSG), bahan pengawet, dan bahan tambahan lain berdampak negatif terhadap tubuh kita.

Jika terkonsumsi, bahan-bahan itu harus dikeluarkan dari tubuh melalui sistem ekskresi tubuh. Namun apabila organ-organ ekskresi bekerja terus-menerus tentu bakal berdampak pula. Lalu, muncullah penyakit ringan seperti influenza hingga yang sistemik seperti diabetes, kolesterol, hipertensi, bahkan kegagalan fungsi organ yang merupakan ancaman jangka panjang lantaran mengonsumsi makanan tidak sehat.

Salah satu jalan yang bisa meminimalisasi ancaman itu adalah pola hidup sehat. Itu bisa dimulai dengan mengonsumsi makanan yang minim racun atau toksin. Makanan itu dikenal sebagai makanan organik, yakni makanan bebas bahan tambahan yang diproses dengan metode, material, dan manipulasi buatan, seperti pematangan secara kimiawi, radiasi makanan, dan modifikasi genetik.
Bermanfaat Makanan organik bermanfaat karena membuat kerja organ tubuh menjadi lebih ringan. Dampak jangka panjangnya, daya tahan tubuh pun meningkat. Konsumen produk organik akan merasakan tubuh mereka lebih bugar dan tak mudah terserang penyakit.

Dampak positif lain, bisa menurunkan risiko gejala alergi, asma, jerawat, dan dermatitis. Orang-orang dengan alergi yang mengonsumsi produk organik pun akan merasakan gejala penyakit itu menjadi lebih jarang timbul.

Makanan organik harus memenuhi kriteria standar yang sudah ditetapkan. Makanan berlabel organik harus diproduksi tanpa tambahan hormon, herbisida, pestisida, antibiotik, atau penyubur yang dibuat dari bahan-bahan tidak alami. Tentu beralih dari yang serbagampang (bahan anorganik) ke bahan organik tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Bila kita menghendaki hidup sehat dan ramah lingkungan ada pilihan yang ditawarkan, yaitu menggunakan bahan-bahan alami untuk mengusir atau menghalau musuh-musuh alami yang menyerang tanaman, tanpa harus mematikannya. Jadi siklus ekosistem tetap terjaga. Banyak bahan alami bisa dipergunakan. Berenuk, misalnya, bisa dipakai untuk mengusir tikus, kutu daun, dan wereng. Tembakau efektif untuk mengusir ulat dan belalang.

Adapun kenikir, pandan, kemangi, cabai rawit, kunyit, bawang putih, dan bawang merah untuk mengenyahkan ulat, wereng, dan kutu daun. Gadung, kunyit, susu, minyak ikan, dan sereh bisa memengaruhi sistem saraf sehingga bisa digunakan untuk menghilangkan serangga dan bersifat antireproduksi. Tuba, selasih, picung, sembung, srikaya menjadi racun perut dan racun kontak penolak serangga serta penghambat peletakan telur dan mengurangi nafsu makan serangga.

Bahan alami lain adalah mindi, yang bisa menjadi penolak serangga, menghambat pertumbuhan, memengaruhi sistem saraf, respirasi sebagai racun perut dan kontak. Batrawali sebagai pengusir, racun saraf, dan penghambat perkembangan serangga.

Surian untuk mengurangi aktivitas makan dan mengganggu sistem reproduksi serangga dan mengusir hama. Masih banyak lagi bahan alami dapat digunakan untuk membuat insektisida alami. Bila melihat bahan-bahan tersebut, semua ada di lingkungan kita. Jadi mudah didapat dan murah. Dan, yang pasti, aman karena tidak beracun